Kuda-kudaan memang seringkali diidentikkan dengan mainan anak-anak yang bisa bergoyang-goyang. Namun, dalam tulisan ini, kita tidak sedang membahas kuda-kudaan mainan tersebut. Kita juga tidak sedang membicarakan kuda-kudaan yang sering dimainkan oleh remaja di sekolah menengah.
Tulisan ini sebenarnya mengangkat isu tentang praktik kuda-kudaan yang masih terjadi dalam dunia pendidikan. Praktik ini masih terus berlangsung karena masih banyak perilaku yang tidak etis dalam dunia pendidikan. Kejadian-kejadian seperti itu sering terjadi, terutama saat masa penerimaan siswa baru.
Salah satu contoh yang disebutkan adalah adanya praktik pungli saat penerimaan siswa baru, yang disorot melalui sebuah postingan di Instagram. Berita tersebut mendapat 1.493 komentar, di mana 98% dari komentar tersebut mengakui adanya praktik kotor di sekolah-sekolah. Ini hanya sebagian kecil dari berbagai kasus serupa yang terjadi menjelang tahun ajaran baru.
Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, banyak praktik kuda-kudaan yang menyebabkan hal ini terjadi. Namun, yang jelas, semua pihak merasa menjadi yang ditunggangi. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang menunggangi?
Banyak pihak yang disebut-sebut sebagai pelaku praktik kuda-kudaan, mulai dari masyarakat biasa hingga mereka yang memiliki hubungan dengan partai politik. Hal ini sulit untuk diungkap karena setiap pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri.
Para pelaku praktik kotor seharusnya menyadari bahwa tindakan mereka sebenarnya merugikan pihak lain yang lebih berhak. Posisi kepala sekolah sangat penting sebagai pemimpin dalam menciptakan budaya positif di sekolah. Tidak adanya kepala sekolah secara definitif akan menghilangkan beberapa peran penting.
Masalah pengawas sekolah juga menjadi perhatian penting. Saat ini, kebutuhan akan pengawas sekolah masih sangat besar, namun jumlah pengawas yang dilantik masih minim. Calon pengawas yang sudah bersertifikat harus menunggu dengan harapan untuk bisa mengabdi sebagai pengawas sekolah.
Selain itu, guru penggerak juga menanti perubahan nasib setelah mengikuti pendidikan khusus. Mereka ingin mengimplementasikan ilmu yang mereka dapatkan di tempat dan jabatan yang lebih tinggi. Namun, jalan untuk mereka masih tertutup, mungkin karena adanya praktik kuda-kudaan.
Dalam dunia pendidikan, harusnya tidak ada praktik kuda-kudaan yang merugikan. Pendidikan haruslah merdeka dari kepentingan-kepentingan yang dapat merugikan, termasuk kepentingan politik. Politik seharusnya mendukung perkembangan dunia pendidikan menuju tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Praktik kuda-kudaan tentu sangat jauh dari nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan keimanan, kemandirian, gotong-royong, kebinekaan global, berpikir kritis, dan kreatif. Jika praktik kuda-kudaan terus berlanjut, bagaimana pendidikan di negara ini bisa berkembang ke arah yang lebih baik? Mari kita bersama-sama menjaga dunia pendidikan dari praktik-praktik yang merugikan, dan berkomitmen untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dan merdeka.