Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pada semester II 2024, nonresiden telah melakukan pembelian bersih sebesar Rp 26,81 triliun di pasar saham, Rp 67,13 triliun di pasar SBN, dan Rp 57,33 triliun di SRBI. Meskipun demikian, ada juga modal asing yang keluar selama pekan keempat bulan November 2024. Namun, sejak awal tahun 2024, masih terdapat banyak modal asing yang masuk ke Indonesia.
Asisten Gubernur Bank Indonesia, Erwin Haryono, menjelaskan bahwa berdasarkan data transaksi pada tanggal 18-21 November 2024, nonresiden telah melakukan penjualan bersih sebesar Rp 7,50 triliun. “Terdiri dari penjualan bersih sebesar Rp 3,30 triliun di pasar saham, Rp 3,59 triliun di pasar SBN, dan Rp 0,61 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Erwin seperti dilansir dari situs resmi Bank Indonesia pada Minggu (23/11/2024).
Erwin menambahkan bahwa selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen hingga tanggal 21 November 2024, nonresiden telah melakukan pembelian bersih sebesar Rp 27,15 triliun di pasar saham, Rp 33,17 triliun di pasar SBN, dan Rp 187,68 triliun di SRBI. “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” jelas Erwin.
Premi CDS Indonesia untuk periode 5 tahun per tanggal 21 November 2024 adalah sebesar 72,65 bps, yang stabil dibandingkan dengan 15 November 2024 yang sebesar 72,61 bps. Stabilitas ketahanan eksternal Indonesia hingga saat ini tetap terjaga di tengah berbagai dinamika risiko global yang sedang terjadi. Salah satunya adalah capaian surplus pada neraca transaksi ekonomi internasional Indonesia.
Menurut laporan Bank Indonesia, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD 5,9 miliar. Sebelumnya, NPI mengalami defisit sebesar USD 0,6 miliar pada kuartal II 2024. Surplus tersebut dipicu oleh perbaikan sejumlah indikator, termasuk penurunan defisit transaksi berjalan menjadi USD 2,2 miliar (0,6% dari PDB) yang lebih baik dibandingkan defisit USD 3,2 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II 2024.
Perkembangan positif ini juga didorong oleh peningkatan surplus Neraca Pendapatan Sekunder menjadi USD 1,6 miliar, yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar USD 1,5 miliar. Hal ini disebabkan oleh peningkatan penerimaan hibah Pemerintah dan transfer personal dalam bentuk remitansi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Surplus Neraca Pembayaran juga dipicu oleh adanya peningkatan surplus Transaksi Modal dan Finansial menjadi USD 6,6 miliar (1,8% dari PDB) dari sebelumnya hanya sebesar USD 3,0 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II 2024. Perkembangan positif ini dipengaruhi oleh peningkatan surplus Investasi Langsung menjadi USD 5,2 miliar, didorong oleh tingginya penyertaan modal asing dalam sektor industri pengolahan, pertambangan, perdagangan besar, dan eceran.
Selain itu, peningkatan surplus Investasi Portfolio menjadi USD 9,6 miliar, yang berasal dari pembelian instrumen jangka panjang seperti Surat Utang Negara (SUN) Rupiah dan Global Bond Pemerintah, serta instrumen jangka pendek seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), juga menjadi faktor yang mendorong perkembangan surplus Transaksi Modal dan Finansial.
Capaian surplus Neraca Pembayaran tersebut turut mempengaruhi posisi cadangan devisa Indonesia, yang telah meningkat menjadi USD 149,9 miliar pada akhir September 2024. Hal ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.